
Ibu Ambar berusia 47 tahun, pekerjaannya sebagai manajer di salah satu perusahaan
asuransi di kota Jakarta. Wajahnya ayu dengan hidung mancung dan kulit putih bersih
khas wanita Timur Tengah karena ia adalah seorang peranakan Arab-Sunda-Jawa. Postur
tubuhnya dengan tinggi 170 cm, payudara 36C dan berat 65 kg.
Payudaranya besar, mengkal, meski agak turun menyerupai buah kelapa karena
menyusui. Pinggangnya ramping dan makin ke bawah pinggulnya membesar seperti
gentong besar. Bokongnya bulat, besar, dan kencang mendongak seperti bebek yang
megal-megol bila ia berjalan. Kakinya panjang indah menyerupai kaki belalang.
Bu Ambar
Betis halus mulus berbentuk bulir padi yang berisi ditumbuhi bulu-bulu halus yang
kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Pahanya makin ke atas makin
membesar dan bulu halus itupun makin ke atas makin jelas menghiasinya. Gerakgeriknya lembut keibuan dan tenang penuh kematangan. Suaranya merdu agak
mendesah dan menggairahkan.
Suaminya bernama Pak Widyo, berumur 53 tahun dan bekerja di perusahaan minyak
asing sebagai insinyur perminyakan. Dari perkawinan mereka, dikaruniai 3 orang anak.
Dua orang anaknya yang lain yaitu pertama Arman 24 tahun telah hidup mandiri dan
bekerja di kota lain. Kedua Mahesa 22 tahun kuliah di luar kota dan sedang
menyelesaikan skripsinya yang hampir selesai.
Karena anak paling bungsu perhatian mereka terhadap Rudi sangatlah berlebihan. Sejak
kecil mereka selalu memanjakan Rudi dan memenuhi semua permintaannya apapun itu.
Bila Rudi masuk angin sedikit saja mereka akan dibuatnya kalang kabut.
Kejadian diawali ketika Pak Widyo tugas meninjau ladang minyak baru di lepas pantai. Di
rumah cuma ditunggui oleh Bu Ambar, Rudi dan seorang pembantu setengah baya Mbok
Inah namanya.
Seperti biasa, pada malam hari Rudi sedang belajar untuk menghadapi Ujian Nasional
minggu depan. Ia tengah sibuk berkutat dengan soal-soal latihan ketika ibunya datang
membawa makanan kecil untuknya sambil menenteng majalah. “Rud, ini ada oleh-oleh
dari Bogor tadi siang untuk nemenin kamu belajar”. Kata Ibunya sambil meletakkannya
di atas meja belajar Rudi.
“Kapan Ibu datang, kok suara mobilnya tidak kedengaran?” Tanya Rudi sambil tetap
memelototi soal-soal sulit di depannya.
“Baru aja Rud, ini Ibu sudah pakai baju mandi mau mandi”. Jawab ibunya.
“Sambil nungguin air panasnya mendidih, Ibu mau baca majalah dulu di kamarmu”.
Sambung ibunya sambil merebahkan diri di ranjang yang membelakangi meja belajar
Rudi.
“Ya, boleh aja tapi jangan sampai ketiduran nanti malah nggak jadi mandi”. Timpal Rudi.
Singkat cerita Rudi kemudian berkonsentrasi lagi dengan belajarnya. Akhirnya setelah
hampir 1 jam ia merasakan matanya mulai lelah, ia memutuskan untuk tidur saja.
Sewaktu Rudi beranjak dari kursinya dan membalikkan badannya, tatapannya terpaku
pada sosok tubuh montok yang teronggok di atas ranjangnya.
Tangannya telentang sementara kakinya mengangkang lebar seperti orang yang sedang
melahirkan. Baju mandi ibunya yang panjangnya selutut nampak tersingkap sehingga
paha putih mulus ibunya bisa terlihat jelas. Rudi bingung, apakah harus membangunkan
ibunya atau menikmati pemandangan indah dan langka ini dulu.
Diperhatikan dengan seksama tubuh ibunya yang montok dan wajahnya yang ayu
keibuan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rudi menyadari ternyata ibunya sangat
cantik dan menggairahkan. Kemudian dengan tangan gemetaran diberanikannya dirinya
mengelus-elus kaki Ibunya sampai ke paha. Begitu halus, lembut dan hangat kulit Ibunya
ia rasakan.
Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, Rudi merasakan kehangatan
yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluannya menjadi menegang
keras dan membuat celananya terasa sesak dan ketat. Jantungnya makin berdegup
kencang ketika ia meneruskan belaian tangannya makin jauh ke arah pangkal kaki yang
masih tertutupi baju mandi Ibunya.
Kulit tangannya merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tangannya
makin jauh menggerayangi pangkal kaki Ibunya yang bak belalang itu. Gerakannya
terhenti ketika ia merasa telah meraba bulu-bulu halus yang lebat sekali dan menyentuh
gundukan daging yang begitu lunak dan hangat. Beberapa saat ia meraba-raba
gundukan daging lunak hangat itu.
Akhirnya dengan rasa penasaran ia singkapkan baju mandi Ibunya ke atas. Sehingga kini
di depan matanya teronggok bagian selangkangan dan pinggul ibunya yang besar dan
montok. Bulu-bulu halus yang sangat lebat nampak tumbuh di sekitar anus, kemaluan
sampai perut bagian bawah. Begitu panjang dan lebat bulu kemaluan Ibunya sampai
kemaluan ibunya agak tertutupi.
Kemudian dengan tangannya ia sibakkan bulu-bulu kemaluan di sekitar kemaluan
Ibunya. Sehingga kini kemaluan ibunya nampak jelas terlihat. Gundukan daging yang
memanjang membujur di selangkangan kelihatan empuk dan menggunung berwarna
agak kegelapan. Bila diperhatikan bentuknya mirip mulut monster berkerut-kerut.
Kalau yang ini pasti yang namanya kelentit, pikir Rudi lagi sambil mengusap-usap
tonjolan liat itu. Kemudian jarinya ia gerakkan ke bawah menyentuh lipatlipat daging
yang memanjang yang mirip daging pada kantong buah pelir laki-laki. Wah, ternyata
labium minora Ibu sudah memble begini, pasti karena terlalu sering dipakai Bapak dan
untuk melahirkan, batin Rudi.
Hidungnya lalu disorongkan ke muka kemaluan sebesar mangkok bakso itu. Sambil
membelai-belai bulu-bulu yang mengitari kemaluan Ibunya itu, Rudi menghiru aroma
harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan Ibunya itu. Tak puas dengan itu, ia
meneruskan dengan jilatan keseluruh sudut selangkangan Ibunya.
Sehingga kini kemaluan di hadapannya basah kuyup oleh air liurnya. Dia menjulurkan
lidahnya ke arah klitoris Ibunya dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahnya.
Sementara tangan satunya berusaha melepaskan ikatan tali baju mandi, dan setelah
lepas menyingkapkan baju itu sehingga kini tubuh montok Ibunya lebih terbuka lagi.
Muka Rudi sampai terbenam seluruhnya dalam kemaluan ibunya yang sangat besar itu,
ketika dengan gemas ia menempelkan mukanya ke permukaan kemaluan Ibunya agar
lidahnya bisa memasuki celah bibir monster itu. Usahanya tidak berhasil karena bibir itu
terlalu tebal menggunung sehingga ujung lidahnya hanya bisa menyapu sedikit ke dalam
saja dari celah bibir monster itu.
Sementara itu Bu Ambar masih tetap lelap dalam mimpinya dan tidak menyadari
sedikitpun apa yang dilakukan anak yang sangat disayanginya terhadap dirinya.
Tampaknya ia benar-benar kelelahan setelah seharian tadi pergi keluar kota menghadiri
resepsi pernikahan kerabat jauhnya. Dengkurannya malah makin keras terdengar.
Sambil tetap membenamkan mukanya ke kemaluan besar itu, Rudi meraih payudara
Ibunya yang sebesar buah kelapa dengan tangannya. Diremas-remasnya perlahan
payudara mengkal yang putih mulus itu. Rasanya hangat dan kenyal. Lalu tangannya
berpindah di sekitar puting susu gelap kemerahan yang dilingkari bagian berwarna
samar yang berdiameter lebar.
Ketika tangannya memijit-mijit puting susu itu dengan lembut, ia merasakan payudara
ibunya bertambah kencang terutama di bagian puting tersebut. Denyutan-denyutan di
celah kemaluan Ibunya juga terasa oleh bibirnya. Sementara itu dalam tidurnya ibunya
terlihat bernapas dengan berat dan mengerang perlahan seperti orang yang sedang
sesak napas.
Melihat ekspresi muka Ibunya yang seperti orang sedang orgasme dalam film-film porno
yang pernah ditontonnya, Rudi makin gemas. Sehingga sambil lidahnya menggelitik
klitoris Ibunya, ia menusuk-nusukkan jari tangannya ke dalam celah kemaluan itu. Makin
ke dalam rasanya makin hangat, lembab dan lunak.
Ada pijitan pijitan lembut dari lubang vagina Ibunya yang membuat jari tangannya
seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak
lengket, sehingga ketika jari tangannya ditarik terlihat basah kuyup. Ibunya kini makin
keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya.
Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluan dan payudaranya
dijadikan barang mainan oleh anaknya. Pinggulnya mulai menggeliat-geliat dan kakinya
ikut menendang-nendang kasur. Melihat tingkah Ibunya yang sangat menggoda itu, Rudi
tanpa banyak berpikir lagi segera melepaskan kaos dan celananya.
Badannya terlihat besar dan kekar dengan postur 180 cm dan berat 75 kg serta penisnya
mencuat kokoh dan besar ke atas. Urat-urat penis itu tampak beronjolan seperti ukiran
yang mengelilingi penisnya yang berukuran panjang 20 cm dan diameter batang 5 cm.
Kepala penisnya yang sebesar bola tenis terlihat kemerah-merahan dan menganggukangguk seperti terlalu besar untuk dapat disangga oleh batang kemaluannya.
Sepertinya bisa jika dipaksakan, pikirnya kemudian. Lalu ia naik ke atas ranjang dan
menekuk kakinya di antara kangkangan lebar kaki Ibunya. Ditempelkannya ujung
penisnya ke celah mulut monster yang hangat dan lunak itu. Dengan diarahkan satu
tangannya ia berusaha menusukkan penisnya ke mulut vagina yang berwarna
kemerahan setelah sebelumnya celah bibir itu dikuakkan lebar-lebar dengan tangan
satunya lagi.
Rudi merasakan agak sedikit pegal di kepala penisnya karena jepitan kuat mulut vagina.
Sementara Ibunya mulai memperlihatkan kesadaran dari tidurnya. Sebelum ibunya
benar-benar terjaga, Rudi menekankan kuat-kuat pinggulnya ke arah selangkangan
Ibunya sambil merebahkan diri diatas tubuh bugil Ibunya.
Kemaluannya dengan cepat menerobos masuk dengan cepat ke dalam lubang yang
relatif sempit itu. Bunyi Prrtt.. nampak keras terdengar ketika penis besar Rudi
menggesek permukaan liang senggama Ibunya. Bu Ambar segera terjaga ketika
menyadari tubuhnya terasa berat ditindih tubuh besar dan kekar anaknya.
Sementara itu kemaluannya juga agak nyeri dan seperti mau robek karena dorongan
paksa benda bulat panjang yang yang sangat besar. Ia merasa selangkangannya seperti
terbelah oleh benda hangat dan berdenyut-denyut itu. Perutnya agak mulas karena
sodokan keras benda itu. Liang peranakannya terasa mau jebol karena memuat secara
paksa benda besar yang terasa sampai masuk rahimnya itu.
Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya ia goyang-goyangkan dan hentakhentakkan untuk melepaskan kemaluannya dari benda sebesar knalpot motor. Tapi Rudi
makin merasa keenakan dengan gerakan meronta-ronta Ibunya itu karena penisnya
menjadi ikut terguncang guncang di dalam liang peranakan. Ia merasakan liang itu
terasa sangat hangat dan berdenyut-denyut memijit kemaluannya.
“Rud apa yang kamu lakukan pada Ibu, lepaskan, lepaskan!!” Teriak ibunya pelan karena
takut membangunkan Mbok Inah sambil tetap menggeliat-geliatkan tubuh montoknya
berusaha melepaskan diri. “Bu, Rudi ingin dikelonin kayak dulu lagi”. Rudi merengek
sambil makin menekan tubuh polos Ibunya.
“Rud, ini nggak boleh Rud. Aku kan Ibumu, nak”. kata Ibunya yang kini sudah mulai
mengendurkan perlawanannya yang sia-sia. Posisinya memang sudah kalah. Tubuhnya
sudah ditelanjangi, didekap kuat serta kakinya mengangkang lebar sehinnga
selangkangannya terkunci oleh benda besar itu.
“Bu, Rudi pokoknya ingin dikelonin Ibu. Kalau nggak mau berarti Ibu nggak sayang lagi
sama Rudi. Mendingan Rudi mau cari pelacur aja di pinggir jalan!!” Sahut Rudi dengan
nada keras.
“Jangan, Rudi nggak boleh beginian dengan wanita nakal. Nanti kalau kena penyakit
kotor, Ibu yang sedih”. Kata Bu Ambar pelan sambil mengusap rambut Rudi perlahan.
“Ya, sudah karena sudah terlanjur malam ini, Rudi Ibu kelonin. Tapi jangan kasih tahu
Bapakmu ya, nanti dia bisa marah-marah”. Sambung Ibunya pelan sambil tersenyum
penuh kasih sayang.
“Jadi Rudi boleh, Bu. Terima kasih Ya, Bu. Rudi sayang sekali sama Ibu”. Kata Rudi sambil
mengecup pipi Ibunya.
“Iya, Ibu juga sayang sekali sama Rudi. Makanya Rudi boleh sesukanya melakukan
apapun pada Ibu. Yang penting Rudi nggak mengumbar nafsu ke mana-mana”. Kata Bu
Ambar
“Janji, ya Rud”. kata Ibunya.
“Iya Bu, Rudi juga nggak mau sama yang lain karena nggak ada yang secantik dan
sesayang Ibu”. Kata Rudi dengan mengendorkan dekapan kuatnya sehingga kini Ibunya
tidak merasa terlalu berat lagi menahan beban tubuhnya yang sudah berat itu.
“Tapi Rudi harus pelan-pelan ya. Sebab punya Rudi terlalu besar, gak kayak biasa yang
sering Bapakmu masukkan ke dalam punya Ibu”. Kata Bu Ambar meminta pengertian
Rudi. Memang postur tubuh Rudi mengikuti garis keturunan Bu Ambar, tidak seperti
bapaknya yang pendek dan kecil.
“Ya sudah, sekarang punya Rudi digerakkan pelan-pelan naik-turun. Tapi pelan ya Rud!”
Perintah ibunya lembut pada Rudi sambil membelai-belai rambut anaknya penuh kasih
sayang.
Kini Rudi mulai menggerak-gerakkan penisnya naikturun perlahan di dalam liang sempit
yang hangat itu. Liang itu berdenyutdenyut, seperti mau melumat kemaluannya.
Rasanya nikmat sekali. Kini mulutnya ia dekatkan ke mulut ibunya. Mereka pun
berciuman mesra sekali, saling menggigit bibir, berukar ludah dan mempermainkan
lidah di dalam mulut yang lain.
-pijitnya bagian puting susu yang sudah mencuat ke atas.
Tangan Bu Ambar membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. Pinggulnya yang
besar ia goyang-goyangkan agar anaknya merasakan kenikmatan di dalam
selangkangannya. Sementara vaginanya mulai berlendir lagi dan gesekan alat kelamin
ibu dan anak itu menimbulkan bunyi yang seretseret basah. Prrtt.. prrtt..
Prrtt.. ssrrtt.. srrtt.. srrtt.. pprtt.. prrtt.. Penis besar anaknya memang terasa sekali,
membuat kemaluannya seperti mau robek. Vaginanya menjadi membengkak besar
kemerahmerahan seperti baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam liang
senggamanya menjadi sangat sensitif terhadap sodokan kepala penis anaknya.
Sodokan kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi
urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang kemaluan anaknya
membuat Bu Ambar merasakan nikmat. Meski agak pegal dan nyeri tapi rasa enak di
kemaluannya lebih besar. Ia merasakan seperti saat malam pertama.
Agak sakit tapi enak. Lendirnya kini makin banyak keluar membanjiri kemaluannya,
karena rangsangan hebat pada Bu Ambar. Ketika Rudi membenamkan seluruh batang
kemaluannya, Bu Ambar merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut-denyut
itu masuk ke rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi
ketika saat pertama tadi anaknya menyodok-nyodok penisnya dengan keras.
Bu Ambar kini mulai menuju puncak orgasme. Vaginanya mulai menjepit-jepit dengan
kuat penis anaknya. Kakinya diangkatnya menjepit kuat pinggang anaknya dan
tangannya menjambak rambut Anaknya. Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya,
muncratlah air maninya dalam lubang kemaluannya menyiram dan mengguyur
kemaluan anaknya.
Setelah itu Bu Ambar terkulai lemas di bawah tubuh berat anaknya. Kakinya
mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Rudi yang
semakin cepat. Tangannya menelentang, memperlihatkan bulu ketiaknya yang tumbuh
subur lebat dan panjang. Mengetahui hal itu Rudi melepaskan kulumannya pada mulut
Ibunya agar ia bisa bernafas lega.
Bu Ambar tampak terengah-engah seperti baru lari maraton.
“Ibu sudah tua, Rud. Nggak kayak dulu lagi bisa tahan sampai lama. Tenaga dan kondisi
fisik Ibu tidak sekuat dulu lagi. Jadi, Ibu tidak bisa mengimbangi kamu”. Bisik ibunya
sambil mengatur napas. Keringat Bu Ambar nampak bercucuran dari sekujur tubuhnya
membuat hawa semakin hangat. Tanpa merasa lelah Rudi terus memacu penisnya dan
sesekali menggoyang-goyangkan pinggulnya.
Bu Ambar mulai merasakan pegal lagi di kemaluannya karena gerakan anaknya yang
bertambah liar dan kasar. Tubuhnya ikut terguncang guncang ketika Rudi menghentakhentakkan pinggulnya dengan keras dan cepat. Plok.. Plok.. Plok.. Plookk.. Crrpp..
Crrpp.. Crrpp.. Srrpp.. Srrpp.. Bunyi keras terdengar dari persenggamaan ibu anak itu.
“Rud pelan, Rud..! Desis ibunya sambil meringis kesakitan. Kemaluannya terasa nyeri
dan pinggulnya pegal karena agresivitas anaknya yang seperti kuda liar. Rudi yang
merasakan dalam selangkangannya mulai terkumpul bom yang mau meledak tidak
menyadari ibunya sudah kewalahan, malahan terus mempercepat gerakannya. Bu
Ambar hanya bisa pasrah membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu.
Ia tidak ingin mengganggu kesenangan anaknya. Baginya yang lebih penting hanyalah
bisa memberikan tempat penyaluran kebutuhan biologis yang aman dan nyaman untuk
anak yang disayanginya. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya yang besar
disentak-sentakannya perlahan untuk mengimbangi rasa nyeri dan pegal.
Tak lama kemudian Muncratlah sperma kental dari penis Rudi mengguyur rahim Ibunya
yang sangat subur itu “CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT
CROOT CROOT!” Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar membasahi
permukaan sprei. Sementara Bu Ambar merasakan tulang-tulang di daerah pinggulnya
seperti rontok, karena sodokan bertenaga dari anaknya.
Tapi dia bahagia karena anaknya bisa mendapatkan kepuasan dari tubuhnya yang
sebenarnya sudah tua. Bu Ambar juga seakan tidak peduli bahwa sperma anaknya yang
masih muda itu sangat berpotensi untuk membuatnya hamil lagi apalagi di usianya yang
ke 47 tahun ini dia masih menstruasi dengan teratur. Baginya, melihat sang anak
tersenyum bahagia meraih kenikmatan bersetubuh di atas tubuh montoknya sudah
membuatnya senang.
“Bu, terima kasih, ya. Rudi sayang banget sama Ibu”. Bisik Rudi terengah-engah
mengatur napasnya kembali.
“Ibu juga sayang”. Desah Bu Ambar pelan sambil membelai rambut anak semata
wayangnya.
Setelah selesai bercinta, Rudi pun bangkit dari tubuh Ibunya sambil berupaya memapah
tubuh Bu Ambar ke kamar mandi. Rudi pun membawa air panas yang tadi dipanaskan
Ibunya untuk dipakai mandi. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk mandi bersama
pada malam itu. Selesai mandi, Rudi pun kembali mengenakan pakaiannya tadi
sementara Ibunya memakai kimono merah tanpa dalaman.
Setelah
Berpakaian Rudi dan Bu Ambar pun tidur bersama di kamar Rudi sambil berpelukan
mesra satu sama lain